Monday, October 6, 2008

Kompas cetak 5 okt 2008

Teacher Solidarity for the improvement of education

Mutu Guru Sudah Mutlak
Pemerintah Harus Bantu Memperluas Wawasan Guru
Senin, 6 Oktober 2008 | 01:03 WIB

Jakarta, Kompas - Persoalan peningkatan mutu guru tidak dapat ditawar-tawar lagi, sudah mutlak harus dilakukan. Tanpa peningkatan mutu guru, upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kucuran anggaran besar-besaran sia-sia belaka.

Peringatan Hari Guru Sedunia yang jatuh setiap 5 Oktober menjadi bahan introspeksi untuk peningkatan mutu dan profesionalisme.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo dalam rangka peringatan Hari Guru Internasional, Minggu (5/10). Perbaikan kualitas dan mutu guru merupakan tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional, pemerintah daerah, sekolah, dan guru sendiri.

Tumbuhkan kesadaran

Sulistyo mengatakan, penting menumbuhkan kesadaran internal guru sendiri tentang perbaikan dan perubahan kinerja. Guru perlu mengetahui persis kewajiban dan penguasaan kompetensi secara maksimal.

Kenyataannya, sebagai ilustrasi, dalam disertasinya, Sulistyo meneliti kemampuan metakognisi guru dalam mempersiapkan pembelajaran, yakni bagaimana guru merancang, memikirkan, dan mengelola bahan ajar.

”Kemampuan guru mempersiapkan pembelajaran di kelas masih lemah. Guru minim gambaran apa yang harus dilakukan di kelas,” ujar Sulistyo yang menyebar kuesioner, observasi dalam kelas, wawancara mendalam, serta tes psikologi untuk penelitian tersebut.

Persiapan hanya dilakukan formal dengan buku persiapan pengajaran yang disusun Musyawarah Guru Mata Pelajaran, biasanya dicetak dinas pendidikan setempat, tetapi secara substantif belum dihayati para guru.

Tidak tepat sasaran

Sulistyo juga melihat, pembinaan profesionalisme di tingkat kabupaten atau kota sering tidak menyentuh kebutuhan. Guru masih dilihat dari kaca mata birokrasi, bukan akademisi.

”Guru perlu mendapat informasi tentang ilmu dan teknologi pendidikan. Namun, itu tidak dipenuhi sehingga semakin lama bekerja, guru semakin ketinggalan informasi. Ini persoalan klasik di Indonesia,” ujarnya.

”Kadang hanya perwakilan para guru yang dikirim ke pelatihan. Ada guru yang tidak mengalami peningkatan. Di sisi lain, ada guru beruntung mendapat pelatihan berkali-kali,” ujarnya.

Sulistyo melihat, Departemen Pendidikan Nasional seharusnya mengevaluasi kembali program- program peningkatan kualitas guru karena kondisinya selama ini tidak banyak berubah. Perlu dilihat apakah program-program itu tepat sasaran.

Supriyono dari Serikat Guru Jakarta, juga pendiri Forum Guru Honorer Indonesia, mengungkapkan, dalam rangka Hari Guru Sedunia, para guru honorer berharap pemerintah mulai sadar dan meniadakan diskriminasi antara guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan non-PNS. ”Guru di mana pun punya kontribusi dan tanggung jawab sama, mendidik anak bangsa,” katanya.

Dia meminta pemerintah secara bertahap memberikan upah minimum regional atau provinsi serta memberikan jaminan sosial tenaga kerja. Masih banyak yayasan menggaji tak sepadan dengan jerih payah guru. Terutama yayasan non-profit. ”Mereka memberi honor sangat minim sesuai kemampuan masyarakat sekitarnya. Rata-rata Rp 250.000-Rp 500.000/bulan,” ujarnya. (INE)

No comments: