Penulis : Lismery Irma
Pendidikan dan Upah Guru
Tidak dapat di pungkiri bahwa saat ini semakin banyak pengangguran di Indonesia. Pengangguran di Indonesia saat ini banyak dikarenakan, selain investor yang terus menurun, juga karena sedikitnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai sesuai dengan bidang yang dibutuhkan.
Tidak dapat di pungkiri bahwa saat ini semakin banyak pengangguran di Indonesia. Pengangguran di Indonesia saat ini banyak dikarenakan, selain investor yang terus menurun, juga karena sedikitnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai sesuai dengan bidang yang dibutuhkan.
Karenanya belakangan ini Pemerintah berusaha menggalakkan masyarakat untuk memilih Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu pilihan saat akan melanjutkan pendidikan ke menengah atas. Sebab di SMK, setiap siswa disediakan keahlian yang sesuai dengan bidang yang ingin ditekuni.
Namun semua ini tidak diikuti dengan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar. Bahkan diperkirakan saat ini Indonesia kekurangan sekitar 10.000 tenaga pengajar bidang teknis di SMK. Persoalan ini muncul akibat melonjaknya minat masyarakat untuk masuk SMK. Dan lonjakan daya tampung siswa di SMK tersebut belum mampu diikuti dengan peningkatan kuantitas guru. Kondisi ini sekaligus menjadi salah satu kendala menggenjot pertumbuhan SMK. Sedangkan dilain pihak, ada aturan tidak boleh mengangkat guru honorer.
Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Sunaryo Kartadinata mengatakan, peningkatan SMK dan minat masyarakat seharusnya diikuti dengan penyediaan SDM guru yang berkualitas.
Kesejahteraan guru yang masih rendah, meskipun sudah ada Undang-Undang Guru dan Dosen, memunculkan tuntutan adanya ketentuan upah minimum guru, terutama guru honorer dan guru tidak tetap. Ketentuan ini sangat dibutuhkan agar posisi tawar guru tidak tetap dan honorer menjadi lebih kuat.
Menurut Suparman, Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), pemerintah masih berorientasi ke guru pegawai negri sipil (PNS). Padahal, upah guru honorer sangat menyedihkan. Suparman menyatakan bahwa kisaran upah guru honorer di berbagai wilayah Tanah Air Rp 50.000 – Rp 500.000 per bulan. Selain itu, posisi guru honorer ini lemah karena kapanpun bisa diberhentikan tanpa alasan yang jelas.
Bukankah kesejahteraan guru juga yang kelak akan mentukan kesejahteraan negara ini? Dengan merasa terjaminnya kesejahteraannya, seorang guru akan mampu mendidik dan mentransfer ilmunya kepada murid-muridnya dengan baik tanpa harus terbagi pikirannya ke hal lain yang diluar itu. Sehingga mampu menghasilkan penerus-penerus bangsa yang berkualitas dan kompeten di bidangnya.
Karenanya Komisi X DPR meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak buru-buru menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Guru. Presiden harus mencermati bahwa draf RPP yang ada saat ini tidak memberi bekal kesejahteraan hari tua bagi sekitar 1 juta guru yang segera pensiun.
Hal senada dikemukakan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Sulawesi Selatan, Muh Asmin. Yang mengatakan bahwa Draf RPP yang ada sekarang benar-benar menzolimi para guru yang berusia 50 tahun keatas dan bermasa kerja lebih dari 25 tahun. Para guru tersebut sudah banyak berjasa tapi pengabdian mereka justru dinafikan dan dipersulit untuk memperoleh sertifikat pendidik. Padahal sertifikat itulah yang bakal digunakan para guru untuk memperoleh tunjangan hari tua yang memadai. (-Lismery, 8 Agustus’08, Kompas-)
Thursday, September 18, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment