Bantuan Pendidikan
Pencairan BOS Buku Tahun Ini Belum Pasti
Laporan Wartawan Kompas Yulvianus Harjono
BANDUNG, KOMPAS--Hingga saat ini, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat belum juga mendapat kepastian waktu maupun alokasi pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS buku dari pemerintah pusat. Kelambatan pencairan ini praktis mengundang kritik mengenai efektivitas pemanfaatan BOS buku.
”Kami belum dapat informasi mengenai kepastian pencairannya untuk tahun ini. Mungkin, baru akhir September nanti bisa dipastikan. Soalnya, masih ada sejumlah revisi di pusat. Saya sendiri tidak yakin kalau akan dicairkan tahun ini. Yang bisa dipastikan, untuk tahun anggaran 2007/2008 mendatang,” ujar Kepala Sub Dinas Pendidikan Dasar Menengah Disdik Provinsi Jabar Bambang Sutrisno, Rabu (6/9).
Berdasarkan hasil rapat koordinasi terakhir di Jakarta, tambah Bambang, diperoleh informasi bahwa keputusan selanjutnya ada pada Menteri Keuangan RI. Sebabnya, ini terkait adanya revisi anggaran senilai Rp 800 miliar yang diajukan Departemen Pendidikan Nasional.
Alokasi bantuan pembelian buku ajar senilai Rp 20.000 per siswa (wajib belajar) ini diputuskan untuk dibagi merata ke 33 Provinsi. Jadi, tidak lagi hanya 12 provinsi yang nilai ujian nasional-nya jeblok.
Seperti BOS pada umumnya, dana ini akan disalurkan pemerintah pusat ke masing-masing dinas pendidikan di tingkat provinsi. Selanjutnya, dana ini akan diteruskan ke rekening tiap-tiap sekolah yang berhak.
Pemanfaatannya, wajib untuk pembelian buku-buku ajar yang telah direkomendasikan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Jendral Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Dwi Subawanto mengaku kecewa terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Selain keterlambatan, yang sangat disesalkan adalah minimnya besaran bantuan. Kebijakan tambal sulam ini dianggapnya tidak akan efektif mengatasi persoalan penyediaan buku yang kerap datang di tahun ajaran baru.
”Dana Rp 20.000 tidak akan terlalu berpengaruh bagi siswa. Bayangkan, rata-rata kebutuhan siswa untuk buku per tahunnya saja mencapai Rp 800.000. Harga LKS (lembar kerja siswa) per buahnya saja Rp 7.500. Sangat sedikit buku ajar yang berada di bawah harga Rp 20.000. Lebih baik, pemanfaatannya dikolektifkan dengan menyerahkannya ke perpustakaan. Sehingga, bisa lebih terakses siswa yang kurang mampu,” ujarnya.
Senada dengan Dwi Subawanto, Sekretaris Jendral Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan berpendapat, dana tersebut alangkah baiknya jika dirubah pemanfaatannya menjadi bantuan pengadaan buku ajar di sekolah. Jadi, pengelolaannya dilimpahkan ke sekolah.
”Bantuan itu jumlahnya sangat kecil. Bukankah lebih baik jika buku itu dimanfaatkan secara kolektif, sebagai bahan koleksi perpustakaan. Tetapi, wajib berupa buku ajar yang bisa dibawa pulang dan diprioritaskan bagi siswa kurang mampu. Sehingga, buku ini jadi bisa terus dimanfaatkan ke siswa-siswa berikutnya,” ucapnya menambahkan.
Thursday, September 18, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment