Friday, September 19, 2008

dari kapanlagi.com, 19 september 2008

Hak Guru Harus Dipenuhi Sebelum PP No.48/2008 Diterapkan
KIRIM EMAIL KE TEMAN
Informasikan ke teman-teman Anda mengenai berita di bawah melalui email.
Nama Anda
Alamat Email Anda

Kirim Ke
Nama
Email



kirim copy ke email saya


KOMENTAR PEMBACA
Berikan komentar Anda untuk berita di bawah.
Komentar akan ditampilkan di halaman ini, diharapkan sopan dan bertanggung jawab.
Nama Anda
:
Email Anda
:
Komentar
:
KapanLagi.com berhak menghapus komentar yang tidak layak ditampilkan

KOMENTAR FANS
Anda fans ? Berikan komentar Anda. Komentar akan ditampilkan di halaman biografi , diharapkan sopan dan bertanggung jawab.
Nama Anda
:
Email Anda
:
Pesan
:
KapanLagi.com berhak menghapus komentar yang tidak layak ditampilkan

NEWSLETTER KAPANLAGI.COM

Dapatkan berita terbaru di email Anda setiap hari.

Nama:
Email:


Kategori berita yang diinginkan:

Selebriti
Film
Musik
Televisi
Hollywood
Bollywood
Asian Star
Sinetron
Bola Internasional
Bola Nasional
Seleb-OR
Olahraga Lain-lain
Hukum-Kriminal
Kasus Narkoba
Politik Nasional
Politik Internasional
Ekonomi Nasional
Ekonomi Internasional


Jum'at, 19 September 2008 07:33
BERI KOMENTAR CETAK BERITA INI KIRIM KE TEMAN Ikuti Kuis Berhadiah, LIRIK LAGU INDO
Kuis Berhadiah Jam Tangan Keren Chronoforce
Kapanlagi.com - Pemerintah diminta untuk memenuhi hak kesejahteraan guru sebelum memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Pasalnya, PP tersebut melarang sekolah untuk memungut sumbangan dari masyarakat untuk mendanai pendidikan dan melarang memberikan insentif pada guru dari sumbangan tersebut. Meski PP tersebut baru berlaku satu tahun, yakni 4 Juli 2009, akan tetapi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar) sudah memanggil kepala sekolah yang masih menarik sumbangan dari masyarakat.

"Padahal kan saat ini PP tersebut masih sosialisasi, jadi kepala sekolah masih diperbolehkan menarik dana sumbangan pendidikan dari masyarakat," kata perwakilan Koalisi Guru Bersatu Kota Bandung Iwan Hermawan saat datang menemui Biro Hukum Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di Jakarta, Kamis (18/9).

Ia mengatakan, hingga kini Kejati Jabar sudah memanggil 11 kepala sekolah SD, 14 kepala sekolah SMP, 9 kepala sekolah SMA dan 1 kepala sekolah SMK. Semua kepala sekolah tersebut dipaksa menandatangani surat perjanjian tak lagi memungut sumbangan dari masyarakat.

Selama ini, ada dua macam biaya yang harus dikeluarkan sekolah, yakni biaya operasional personal dan non personal, serta biaya investasi. Biaya operasional sekolah yang diberikan pemerintah untuk tingkat SMA, kata Iwan, hanya memenuhi 10% dari kebutuhan sekolah dan 50% gaji guru.

"Sisanya ya diambil dari masyarakat. PP itu sejatinya agar pendidikan bisa gratis. Akan tetapi, pemerintah belum memenuhi kebutuhan penghasilan minimum dan jaminan kesejahteraan guru," tegas Iwan.

Sebagai seorang pengajar, guru wajib melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), yakni mempersiapkan bahan ajar, mengajar, mengevaluasi, dan menganalisis. Namun menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 13 tahun 2006 pasal 39, guru berhak mendapat tambahan penghasilan jika melampaui beban kerja normalnya. Misalnya saja, guru yang mendapat tugas tambahan dengan menjabat wakil kepala sekolah, wali kelas, pembina ekstrakurikuler, ataupun petugas perpustakaan.

"Ketika guru menjalankan tugas di luar tupoksinya, itu dibiayai oleh masyarakat," kata Iwan.

Jika pemerintah memang ingin menghentikan sekolah menarik sumbangan dari masyarakat, maka pemerintah harus lebih dulu memenuhi hak kesejahteraan guru. "Kalau pemerintah belum sanggup penuhi itu, ya janganlah melarang masyarakat yang mau memberi kontribusi pada sekolah."

Untuk itu, Koalisi Guru Bersatu Kota Bandung meminta pemerintah dalam hal ini Depdiknas mau menjelaskan duduk perkara pada Kejaksaan agar kasus serupa ini tak meluas ke daerah lain. Jika tidak, maka akan terjadi konflik antara pihak sekolah, kejaksaan dan masyarakat.

"Apalagi ada informasi kalau semua sekolah di Indonesia akan dimasuki Kejaksaan dan memeriksa apakah masih ada pungutan. Kami sudah babak belur karena shock dituduh korupsi dan mengakali masyarakat," ujar Iwan yang juga Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII). (kpl/rif)d

No comments: