Friday, September 19, 2008

dari www.kompas.com, 29 Agustus 2008

Awas! Bahaya Konflik di Sekolah
TRIBUN KALTIM/M WIKAN HTribun Kaltim/M Wikan H
Para guru berbaris dalam upacara bendera di Lapangan Merdeka Balikpapan, memperingati hari jadi PGRI ke-62, Kamis (29/11/07). Tuntutan Guru profesional dan sejahtera untuk pendidikan berkualitas merupakan harapan bangsa.
Dik Doank Pendidikan Indonesia Salah/Seleb TV
Artikel Terkait:

* Anggaran Pendidikan Naik, Peralatan SMK Dilengkapi
* DPRD Jabar Dorong MOU Anggaran Pendidikan
* Tingkatkan Pendidikan Vokasional
* Pendidikan Dasar Tidak Boleh Dipungut Biaya
* Pendidikan Rentan Korupsi

Jumat, 29 Agustus 2008 | 18:23 WIB

BANDUNG, JUMAT - Potensi konflik antara sekolah dan orangtua siswa terbuka lebar. Sementara, kegiatan belajar mengajar pun bisa vakum atau setidaknya turun kualitasnya. Kekhawatiran ini terjadi bilamana pemerintah tidak segera mengantisipasi pendanaan di tingkat pendidikan dasar yang kini tidak lagi jadi beban masyarakat.

Demikian diingatkan Koordinator Lembaga Advokasi Pendidikan, Dan Satriana, di sela-sela audiensi sejumlah pengurus komite sekolah dan guru dengan Komisi D DPRD Kota Bandung, Jumat (29/8). Isi audiensi ini salah satunya menyikapi terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang isinya mengatur pengalihan tanggung jawab pendidikan dasar dari masyarakat ke pemerintah sepenuhnya.

Menurut Dan, potensi perselisihan makin terbuka akibat ketiadaan perencanaan anggaran pendidikan yang visioner dari pemerintah. "Masyarakat akan bersikap defense jika dimintai dana oleh sekolah. Di lain pihak, sekolah kan tetap butuh dana masyarakat untuk operasional. Dana APBD saat ini belum sepenuhnya memadai untuk menyesuaikan (ketentuan PP ini)," ujarnya menjelaskan.

Diprediksikan, penentuan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) yang masih berlangsung saat ini bakal alot dan rawan perselisihan menyusul terbitnya PP ini. Apalagi, menjelang Idul Fitri seperti saat ini. Jika terjadi deadlock, kemungkinan yang terjadi sekolah akan menhemat biya operasional dan akibatnya mutu jadi rendah.

Orangtua enggan diminta dana. Sementara, sekolah juga terdesak karena guru-gurunya kan sama-sama butuh uang THR untuk Idul Fitri, ucap Ketua Umum Forum Aspirasi Guru Independen Kota Bandung, Agus Setia Muladi, menjelaskan potensi deadlock itu. Apalagi, Forum Orangtua Siswa Bandung Raya sebelumnya telah bersikeras tidak akan membayar dana sumbangan pendidikan (DSP) dan meminta itu dikembalikan apabila telah dibayarkan.

Guru tidak sejahtera

Di dalam pertemuan yang hanya dihadiri seorang Anggota Komisi D DPRD Kota Bandung, Ahmad Nugraha, guru-guru yang tergabung di dalam Koalisi Guru Bersatu Kota Bandung khawatir, guru tingkat sekolah dasar dan menengah pertama bakal makin tidak sejahtera jika PP itu diimplementasikan tanpa kesiapan pemerintah. Sebab, selama ini, guru mendapatkan insentif khusus yang dananya diperoleh dari pungutan masyarakat dan dianggarkan dalam APBS.

"Besarannya Rp 300 Rp 500 ribu tiap bulannya," ujar Ahmad Taufan, guru SDN Merdeka yang juga Koordinator Koalisi Guru Bersatu Kota Bandung. Diakuinya, dari struktur APBS, total 60-70 persen anggaran lebih banyak digunakan untuk tunjangan khusus pimpinan sekolah, guru, dan kemaslahatan lainnya.

"Ini terpaksa dilakukan karena gaji yang diterima guru tidaklah mencukupi untuk sejahtera. Gaji kotor guru-guru yang sudah senior saja hanya Rp 2,5 juta plus insentif-insentif itu. Padahal, standar biaya hidup yang ideal Rp 4 juta," tuturnya.

Menurut Suharti, guru SMPN 45, sebagai gantinya, pemerintah daerah semestinya menganggarkan tunjangan daerah yang lebih besar. Tunjangan sebesar Rp 200 ribu yang diterimanya saat ini belumlah mencukupi jika dilihat dari risiko kehilangan insentif yang biasa diterima di sekolah. Ahmad berpendapat senada, apabila PP ini diimplemantasikan, guru harus tetap dijamin mendapat kesejahteraan yang layak. Mau tidak mau, ini haruslah ditanggung pemerintah, baik pusat maupun daerah.



Yulvianus Harjono
, 29 Agustus 2007

No comments: