Minggu, 27 Juli 2008 00:02 WIB
Program Buku Elektronik Mubazir
JAKARTA (MI): Kebijakan buku elektronik (e-book) menuai protes. Semula Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menggagas lahirnya buku elektronik agar harga lebih terjangkau oleh siswa. Namun faktanya, banyak daerah tidak bisa mengakses internet. Buku murah pun tidak kunjung didapat. Program itu jadi mubazir.
Sekolah, guru, orang tua siswa, maupun anak didik dibuat bingung dengan lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2/2008 tentang buku. Isinya antara lain pemerintah pusat dan daerah dapat membeli hak cipta buku dari pemiliknya. Semua orang berhak menggandakan, mencetak, memfotokopi, mengalihmediakan, dan atau memperdagangkan buku yang hak ciptanya telah dibeli pemerintah.
Mendiknas Bambang Sudibyo pun telah menyatakan akan membeli 289 hak cipta buku teks pelajaran, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan kejuruan. Buku teks pelajaran yang dibeli hak ciptanya oleh Depdiknas yakni untuk SD/MI terdiri atas bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, dan pendidikan kewarganegaraan.
Kemudian, buku pelajaran untuk SMP/MTs meliputi bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, dan bahasa Inggris. Buku untuk SMA/MA meliputi bahasa Indonesia, matematika, dan bahasa Inggris. Adapun untuk SMK meliputi bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, dan mata pelajaran rumpun kejuruan.
Pemerintah pun telah menganggarkan dana Rp20 miliar selama 2008 untuk program itu. ''Kisaran harga hak cipta yang dibeli yakni sekitar Rp100 juta hingga Rp250 juta per satu jilid buku untuk 15 tahun,'' kata Mendiknas.
Peluncuran buku elektronik akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2 Agustus mendatang. Mendiknas berharap dengan buku elektronik itu, sekolah bisa mengunduh melalui internet. Bahkan sekolah pun bisa meminta kepala dinas atau percetakan setempat untuk menggandakan dan menjualnya kepada siswa dengan harga kisaran antara Rp4.452 hingga Rp19.376.
Nyatanya, harapan Mendiknas tinggal harapan. Setelah memasuki tahun ajaran baru, siswa dan guru belum juga mendapatkan buku murah itu. Pada akhirnya, banyak siswa yang membeli buku dari toko buku. Seperti pengakuan Ayu dan teman-temannya dari SMA negeri di Jakarta Utara. Mereka terpaksa membeli buku teks pelajaran di toko buku karena buku elektronik yang murah meriah itu tidak kunjung diperoleh.
Mendiknas menanggapi hal itu dengan enteng. ''Wajar saja baru pertama kali kita lakukan. Tapi saya yakin, setelah diluncurkan 2 Agustus nanti oleh Presiden, akan lancar,'' kata Mendiknas optimistis.
Akses teknologi
Ucapan Mendiknas menuai kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Koordinator Pelayanan Publik ICW Ade Irawan menilai program buku elektronik bisa membuka peluang praktik korupsi. Apalagi publik tidak mengetahui jumlah anggaran untuk mengelola buku elektronik itu.
Ade pun menuduh Depdiknas sengaja menutupi semua tender untuk buku elektronik.
Hal sama juga dikatakan anggota Komisi X dari Fraksi PDI Perjuangan Cyprianus Aoer. Ia melihat kebijakan buku elektronik tidak mencerminkan peta-peta wilayah Indonesia yang masih timpang dalam hal teknologi. Apalagi baru 40% wilayah Indonesia yang telah tersambung listrik.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman mengusulkan lebih baik pemerintah langsung memberikan buku gratis daripada buku elektronik yang sulit diakses.
Tudingan lambatnya akses internet dibantah Kepala Pusat Teknologi dan Komunikasi Lilik Gani. Menurutnya, sebanyak 7.000 sekolah telah tersambung dengan Jardiknas dan sekitar 12 ribu orang telah menjadi akses pelanggan laman buku. ''Sekarang ini, pemerintah memfokuskan untuk membangun akses yang lebih cepat,'' kata Lilik.
Caranya antara lain dengan menaikkan bandwith menjadi 10 MB per detik, memperpendek rute jaringan, memadatkan program besar, dan langsung mengirimkan aplikasi program ke daerah tertentu dengan memperbaruinya secara periodik.
Lilik menuturkan Depdiknas akan membagi empat titik jaringan besar agar daring bisa cepat diakses masyarakat. Empat titik itu di Indonesia bagian barat meliputi Aceh, sedangkan di bagian tengah di Jakarta dan Surabaya, serta Makassar untuk Indonesia Timur. (Tim/H-3)
Thursday, September 18, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment